BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG MASALAH
Saat ini di
sekolah-sekolah baik SD, SMP, SMA, maupun Perguruan Tinggi telah melaksanakan
ujian mid semester maupun ujian semester. Peserta ujian dalam hal ini siswa
maupun mahasiswa berusaha untuk menyelesaikaan soal atau permasalahan yang
telah disiapkan oleh penguji (guru maupun dosen) agar memperoleh hasil belajar
sesuai dengan apa yang telah diterimanya selama melaksanakan proses
pembelajaran. Suatu permasalahan klasik muncul, dimana ada peserta didik yang
melakukan suatu tindakan yang dalam kehidupan sehari-hari yang sering kita
namakan “menyontek”.
“Menyontek” merupakan
salah satu fenomena pendidikan yang sering dan bahkan selalu muncul menyertai
aktivitas proses belajar mengajar sehari-hari, tetapi jarang mendapat
pembahasan dalam wacana pendidikan kita di Indonesia. Kurangnya pembahasan
mengenai “menyontek” mungkin disebabkan karena kebanyakan pakar menganggap
persoalan ini sebagai sesuatu yang sifatnya sepele, padahal masalah menyontek
sesungguhnya merupakan sesuatu yang sangat mendasar.
Dalam konteks kehidupan
bangsa saat ini, tidak jarang kita mendengar asumsi dari masyarakat yang
menyatakan bahwa koruptor-koruptor besar, penipu-penipu ulung mungkin adalah
penyontek-penyontek berat ketika mereka masih berada di bangku sekolah. Atau
sebaliknya, mereka yang terbiasa “menyontek” di sekolah, memiliki potensi untuk
menjadi koruptor, penipu, dan penjahat krah putih dalam masyarakat nanti.
Mengapa para pendidik dan para peneliti begitu tertarik mempersoalkan masalah
“menyontek”? Dalam menjawab pertanyaan ini paling tidak terdapat dua alasan
yang mendasar yaitu:
1.
“menyontek” jelas sangat
bertentangan dengan nilai-nilai dasar (damental) pendidikan;
2.
“menyontek” dalam segala
bentuknya membawa resiko negatif terhadap siswa, sekolah, dan masyarakat.
Nugroho (2008) mengutip
sebuah artikel dalam harian Jawa Pos yang memuat tentang hasil poling yang
dilakukannya atas siswa-siswi SMP di Surabaya mengenai persoalan menyontek
dengan hasil yang lumayan mengejutkan. Data itu menyebutkan bahwa, jumlah
penyontek langsung tanpa malu-malu kucing mencapai 89,6 persen, langsung
bertanya kepada teman mencapai 46,5 persen. Sedangkan 20 persen lebih
berhati-hati pakai kode dan 14,9 persen mengandalkan lirikan. Untuk jumlah
responden yang lulus dari “sensor” guru, sejumlah 65,3 persen.
MASALAH
1.
Mengapa
siswa suka menyontek saat ujian?
2.
Apakah
yang menyebabkan mereka menyontek saat ujian berlangsung?
3.
Bagaimana
cara mengantisipasi masalah siswa yang suka menyontek?
TUJUAN
1.
Untuk memberikan informasi
tentang pengertian “menyontek” dan factor penyebab “menyontek”
2.
Untuk memahami “menyontek”
dari tinjauan moral dan tinjauan psikologis, dan
3.
Memberikan masukan tentang
cara-cara penanggulangan “menyontek” disekolah.
MANFAAT
1.
Dapat
memberi masukan bagi para murid yang sering menyontek agar tidak menyontek lagi.
2.
Dapat
mengetahui alasan siswa yang suka menyontek.
3.
Dapat
membuat siswa jera dan tidak akan mengulangi kebiasaannya menyontek.
BAB
II
KAJIAN PUSTAKA
KAJIAN PUSTAKA
Pengertian ”Menyontek”
Pengertian
menyontek atau menjiplak atau ngepek menurut Purwadarminta sebagai suatu
kegiatan mencontoh/ meniru/ mengutip tulisan, pekerjaan orang lain sebagaimana
aslinya. Cheating (menyontek) menurut Wikipedia Encyclopedia sebagai suatu
tindakan tidak jujur yang dilakukan secara sadar untuk menciptakan keuntungan
yang mengabaikan prinsip keadilan. Ini mengindikasikan bahwa telah terjadi
pelanggaran aturan main yang ada.
Abdullah
Alhadza dalam Admin (2004) mengutip pendapat dari Bower (1964) yang mendefinisikan
“cheating is manifestation of using illigitimate means to achieve a legitimate
end (achieve academic success or avoid academic failure),” maksudnya
“menyontek” adalah perbuatan yang menggunakan cara-cara yang tidak sah untuk
tujuan yang sah/terhormat yaitu mendapatkan keberhasilan akademis atau
menghindari kegagalan akademis. Pendapat Bower ini juga senada dengan Deighton
(1971) yang menyatakan “Cheating is attempt an individuas makes to attain
success by unfair methods.” Maksudnya, cheating adalah upaya yang dilakukan
seseorang untuk mendapatkan keberhasilan dengan cara-cara yang tidak jujur.
Dalam
konteks pendidikan atau sekolah, beberapa perbuatan yang termasuk dalam
kategori menyontek antara lain adalah meniru pekerjaan teman, bertanya langsung
pada teman ketika sedang mengerjakan tes/ujian, membawa catatan pada kertas,
pada anggota badan atau pada pakaian masuk ke ruang ujian, menerima dropping
jawaban dari pihak luar, mencari bocoran soal, arisan (saling tukar)
mengerjakan tugas dengan teman, menyuruh atau meminta bantuan orang lain dalam
menyelesaikan tugas ujian di kelas ataupun take home test.
Dalam perkembangan mutakhir “menyontek” dapat ditemukan dalam bentuk perjokian seperti kasus yang sering terjadi dalam UMPTN/SMPTN, memberi lilin atau pelumas kepada lembaran jawaban komputer atau menebarkan atom magnit dengan maksud agar mesin scanner komputer dapat terkecoh ketika membaca lembar jawaban sehingga gagal mendeteksi jawaban yang salah atau menganggap semua jawaban benar, dan banyak lagi cara-cara yang sifatnya spekulatif maupun rasional.
Dalam perkembangan mutakhir “menyontek” dapat ditemukan dalam bentuk perjokian seperti kasus yang sering terjadi dalam UMPTN/SMPTN, memberi lilin atau pelumas kepada lembaran jawaban komputer atau menebarkan atom magnit dengan maksud agar mesin scanner komputer dapat terkecoh ketika membaca lembar jawaban sehingga gagal mendeteksi jawaban yang salah atau menganggap semua jawaban benar, dan banyak lagi cara-cara yang sifatnya spekulatif maupun rasional.
Dalam
tingkatan yang lebih intelek, sering kita dengar plagiat karya ilmiah seperti
dalam wujud membajak hasil penelitian orang lain, menyalin skripsi, tesis,
ataupun desertasi orang lain dan mengajukannya dalam ujian sebagai karyanya
sendiri.
Ternyata
praktik “menyontek” banyak macamnya, dimulai dari bentuk yang sederhana sampai
kepada bentuk yang canggih. Teknik “menyontek” tampaknya mengikuti pula
perkembangan teknologi, artinya semakin canggih teknologi yang dilibatkan dalam
pendidikan semakin canggih pula bentuk ”menyontek” yang bakal menyertainya.
Bervariasi dan beragamnya bentuk perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai
“menyontek” maka sekilas dapat diduga bahwa hampir semua pelajar pernah
melakukan ”menyontek” meskipun mungkin wujudnya sangat sederhana dan sudah
dalam kategori yang dapat ditolerir.
Meskipun
demikian dapat dikatakan bahwa apapun bentuknya, dengan cara sederhana ataupun
dengan cara yang canggih, dari sesuatu yang sangat tercela sampai kepada yang
mungkin dapat ditolerir, ”menyontek” tetap dianggap oleh masyarakat umum
sebagai perbuatan ketidakjujuran, perbuatan curang yang bertentangan dengan
moral dan etika serta tercela untuk dilakukan oleh seseorang yang terpelajar.
Berdasarkan
uraian di atas maka yang dimaksud dengan “menyontek” dalam tulisan ini adalah
segala perbuatan atau trik-trik yang tidak jujur, perilaku tidak terpuji atau
perbuatan curang yang dilakukan oleh seseorang untuk mencapai keberhasilan
dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik terutama yang terkait dengan
evaluasi/ujian hasil belajar.
Faktor Penyebab “Menyontek”
Menurut
Nugroho (2008), yang menjadi penyebab munculnya tindakan ”menyontek” bisa
dipengaruhi beberapa hal. Baik yang sifatnya berasal dari dalam (internal) yakni
diri sendiri maupun dari luar (eksternal) misalnya dari guru, orang tua maupun
sistem pendidikan itu sendiri.
A.
Faktor dari dalam diri
sendiri
1. Kurangnya rasa percaya
diri pelajar dalam mengerjakan soal. Biasanya disebabkan ketidaksiapan belajar
baik persoalan malas dan kurangnya waktu belajar.
2. Orientasi pelajar pada
nilai bukan pada ilmu.
3. Sudah menjadi kebiasaan
dan merupakan bagian dari insting untuk bertahan.
4. Merupakan bentuk
pelarian/protes untuk mendapatkan keadilan. Hal ini disebabkan pelajaran yang
disampaikan kurang dipahami atau tidak mengerti dan sehingga merasa tidak puas
oleh penjelasan dari guru/dosen.
5. Melihat beberapa mata
pelajaran dengan kacamata yang kurang tepat, yakni merasa ada pelajaran yang
penting dan tidak penting sehingga mempengaruhi keseriusan belajar.
6. Terpengaruh oleh budaya
instan yang mempengaruhi sehingga pelajar selalu mencari jalan keluar yang
mudah dan cepat ketika menghadapi suatu persoalan termasuk test/ujian.
7. Tidak ingin dianggap sok
suci dan lemahnya tingkat keimanan.
B. Faktor dari Guru
1. Guru tidak mempersiapkan
proses belajar mengajar dengan baik sehingga yang terjadi tidak ada variasi
dalam mengajar dan pada akhirnya murid menjadi malas belajar.
2. Guru terlalu banyak
melakukan kerja sampingan sehingga tidak ada kesempatan untuk membuat soal-soal
yang variatif. Akibatnya soal yang diberikan antara satu kelas dengan kelas
yang lain sama atau bahkan dari tahun ke tahun tidak mengalami variasi soal.
3. Soal yang diberikan
selalu berorientasi pada hafal mati dari text book.
4. Tidak ada integritas dan
keteladan dalam diri guru berkenaan dengan mudahnya soal diberikan kepada
pelajar dengan imbalan sejumlah uang.
C. Faktor dari Orang Tua
1. Adanya hukuman yang
berat jikalau anaknya tidak berprestasi.
2. Ketidaktahuan orang tua
dalam mengerti pribadi dan keunikan masing-masing dari anaknya, sehingga yang
terjadi pemaksaan kehendak.
D. Faktor dari Sistem Pendidikan
1. Meskipun pemerintah
terus memperbaharui sistem kurikulum yang ada, akan tetapi sistem pengajarannya
tetap tidak berubah, misalnya tetap terjadi one way yakni dari guru untuk
siswa.
2. Muatan materi kurikulum
yang ada seringkali masih tumpang tindih dari satu jenjang ke jenjang lainnya
yang akhirnya menyebabkan pelajar/siswa menganggap rendah dan mudah setiap
materi. Sehingga yang terjadi bukan semakin bisa melainkan pembodohan karena
kebosanan.
Abdullah
Alhadza dalam Admin (2004) mengutip pendapat Smith yang menemukan bahwa
keputusan moral (moral decision) dan motivasi untuk berprestasi/ ketakutan
untuk gagal menjadi alasan yang signifikan seseorang untuk melakukan
”menyontek”. Alhadza juga pernah melakukan penelitian dengan menyebarkan
kuesioner dengan pertanyaan terbuka kepada sekitar 60 orang mahasiswa di PPS
UNJ. Dari hasil kuisioner tersebut didapatkan jawaban tentang alasan seseorang
melakukan menyontek dengan pengelompokan sebagai berikut.
- Karena
terpengaruh setelah melihat orang lain melakukan “menyontek” meskipun pada
awalnya tidak ada niat melakukannya.
- Terpaksa
membuka buku karena pertanyaan ujian terlalu membuku (buku sentris)
sehingga memaksa peserta ujian harus menghapal kata demi kata dari buku
teks.
- Merasa
dosen/guru kurang adil dan diskriminatif dalam pemberian nilai.
- Adanya
peluang karena pengawasan yang tidak ketat.
- Takut
gagal. Yang bersangkutan tidak siap menghadapi ujian tetapi tidak mau
menundanya dan tidak mau gagal.
- Ingin
mendapatkan nilai tinggi tetapi tidak bersedia mengimbangi dengan belajar
keras atau serius.
- Tidak
percaya diri. Sebenarya yang bersangkutan sudah belajar teratur tetapi ada
kekhawatiran akan lupa lalu akan menimbulkan kefatalan, sehingga perlu
diantisipasi dengan membawa catatan kecil.
- Terlalu
cemas menghadapi ujian sehingga hilang ingatan sama sekali lalu terpaksa
buka buku atau bertanya kepada teman yang duduk berdekatan.
- Merasa
sudah sulit menghafal atau mengingat karena faktor usia, sementara soal
yang dibuat penguji sangat menekankan kepada kemampuan mengingat.
- Mencari
jalan pintas dengan pertimbangan daripada mempelajari sesuatu yang belum
tentu keluar lebih baik mencari bocoran soal.
- Menganggap
sistem penilaian tidak objektif, sehingga pendekatan pribadi kepada
dosen/guru lebih efektif daripada belajar serius.
- Penugasan
guru/dosen yang tidak rasional yang mengakibatkan siswa/mahasiswa terdesak
sehingga terpaksa menempuh segala macam cara.
- Yakin
bahwa dosen/guru tidak akan memeriksa tugas yang diberikan berdasarkan
pengalaman sebelumnya sehingga bermaksud membalas dengan mengelabui
dosen/guru yang bersangkutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar